Senin, 20 Maret 2017

Melawan Hoax

Masyarakat  Didik Melek Informasi
MENYAMPAIKAN: Pimpinan Redaksi Koran Wawasan, Gunawan Permadi memaparkan materi dalam diskusi publik “Melawan Hoax di Media Sosial” di Hotel Puri Garden Jalan Arteri Semarang Blok D-4 Puri Anjasmoro Semarang, Senin, (13/3). Foto: Shodiqin

TAWANG MAS- Ada beberapa persoalan yang memicu mudahnya berita hoax (berita bohong) menyebar di kalangan masyarakat. Diantaranya, keterbatasan informasi,  tingkat popularitas informasi, ketertarikan dan confirmation bias.

Hal itu disampaikan Yanuar Lukman seoarang Dosen Komunikasi Fisip Undip saat menjadi narasumber diskusi publik “Melawan Hoax di Media Sosial” di Hotel Puri Garden Jalan Arteri Semarang Blok D-4 Puri Anjasmoro Semarang, Senin, (13/3).

Namun, Yanuar menjelaskan, keterbatasan informasi ini yang paling dominan. “Sebab, individu percaya hoax bukan karena individu tersebut mudah dibohongin. Melainkan karena keterbatasan informasi yang didapat oleh masyarakat,” katanya.

Gunawan Permadi Pimpinan Redaksi Koran Wawasan yang juga sebagai narasumber juga menjelaskan, ada beberapa ciri berita hoax. Diantaranya. Tidak mengikuti kaidah 5W 1H. Ajakan kirimkan, share, like. Bahasa terlalu berempati. Narasumber tidak jelas dan bahasa tidak baku.

Sementara itu, dari beberapa media yang ada, terdapat 92.40 persen penyebaran hoax terdapat di sosial media seperti facebook, twitter, instagram dan path. Disusul 62.80 persen terdapat di dalam aplikasi chatting seperti whatsapp, line dan telegram. 34.90 persen terdapat dalam situs Web.

“Jadi yang paling banyak ditemui berita hoax itu terdapat di media sosial,” tegasnya.

Untuk memerangi hoax itu sendiri, Gunawan mengatakan, ada beberapa cara diantaranya, good journalism. Artinya, masyarakat didik untuk mengetahui dan bisa membedakan informasi-informasi yang baik dan benar sesuai kaidah jurnalistik.

Kedua, dengan literasi media. Artinya, masyarakat dituntut mampu untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar masyarakat sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.

Selain itu, budaya baca masyarakat ditingkatkan. Artinya dengan budaya membaca ini diharapkan merespons informasi secara kritis.

“Jadi cara-cara itulah, bagi saya jalan yang terabaik untuk melawan hoax di media sosial,” tegasnya.
Sementara, Evi Sulistyorini Kabid Informasi Komunikasi Publik Jateng menambahkan, pemerintah akan melakukan penindakan hukum secara tegas dan keras terhadap para pelaku penyebaran informasi palsu.

“Kami juga membentuk cyber nasional, termasuk membentuk satgas dan kepolisian untuk memerangi hoax yang begitu marak sekarang ini,” tegas Evi.

Diskusi atas kerjasama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Yayasan Adi Bakti Wartawan, ini juga hadir Anggota DPD RI Bambang Sadono. Dalam wawancaranya Bambang mengatakan, tidak perlu panik menyikapi maraknya pemberitaan hoax, seiring perkembangan teknologi di media sosial.

“Untukmeemrangi hal itu, masyarakatnya yang harus dididik bagaimana menyikapinya, bagaimana membedakan berita yang bisa dipercaya atau tidak. Sehingga, lama-lama masyarakat pintar menyeleksi,” katanya. M13




Tidak ada komentar:

Posting Komentar